Monday, June 04, 2018

Review Film Sabtu Berama Bapak (Sinopsis film, Kelebihan film, Kekurangan film, Perbedaan film dengan novel, Quotes film dan Download Film)


Review Film Sabtu Berama Bapak (Sinpposis film, Kelebihan film, Kekurangan film, Perbedaan film dengan novel, Quotes film dan Download Film)
Sinopsis

"Sabtu Bersama Bapak" bercerita tentang sebuah keluarga yang dikepalai oleh seorang pria bernama Gunawan. Gunawan menikah dengan seorang wanita bernama Itje, berkat pernikahan nya mereka dikaruniai dua orang anak laki laki bernama Cakra (5 tahun) dan Satya (8 tahun). Suatu ketika, Gunawan mengetahui bahwa umur nya tidak akan sampai satu tahun lagi, dari sanalah bermula kehidupan mereka berubah. Gunawan menjadi sedih karena tidak dapat mendidik anak nya hingga dewasa, dan harus rela membiarkan Itje untuk merawat anak-anaknya.

Gunawan membuat sesuatu yang nantinya beguna untuk keduanya. Ia berfikir kematian pasti akan datang, namun kematian tidak mungkin menghalanginya untuk sayang pada kedua anaknya. Karena itu, Gunawan membuat banyak rekaman yang berisi video singkat untuk pesan kepada anaknya.

Akhirnya sang suami menjemput ajalnya. Itje mengajak kedua anaknya untuk berjumpa dengan ayah mereka setiap hari Sabtu. Selama satu minggu sekali, satu bulan empat kali, dan satu tahun empat puluh delapan kali.

Bertahun-tahun dilalui, kini Cakra (30 tahun) dan Satya (33 tahun) sudah tumbuh besar. Satya sudah menikah dengan gadis cantik bernama Rissa dan telah memiliki 3 orang anak pria. Sementara Cakra kini bekerja dilepas pantai Denmark sebagai tenaga offshore, Cakra belum menemukan pendamping hidupnya. Sementara Itje, ibu mereka bekerja sebagai penjaga warung kecil di rumahnya di Bandung.

Itje memiliki sebuah rahasia dan ia tidak ingin kedua anaknya sampai tahu. Sewaktu kecil, anaknya selalu merepotkannya dan kini Itje tidak mau merepotkan anak-anaknya yang sudah memiliki kehidupan masing-masing.

Kekurangan

Sinematografi sudah cukup baik, pengambilan gambar yang dramatis, sayangnya ada satu bahkan dua scene yang diambil dengan sudut pandang kamera fish eye sehingga dalam lingkup bioskop sangat mengganggu penonton (terutama saya sendiri, beberapa penonton di sebelah saya pun mengeluhkan hal yang sama). Dampak yang ditimbulkan dari pengambilan gambar dengan efek fish eye tersebut adalah pusing. Adegan dramatis yang ditampilkan jadi terganggu padahal jika diambil dengan sudut pandang kamera biasa pun sudah cukup membawa emosi penonton dan mengerti jika scene tersebut tidak terjadi di masa sekarang atau dunia nyata.

Latar adegan beberapa terlalu terlihat sangat sintetis, seolah-olah bukan pada lokasi nyata. Kondisi yang seperti ini nyaris mengaburkan nuansa cerita yang dibawakan. Emosi yang terkandung terasa tidak khidmat karena efek yang mengganggu.

Kelebihan

Nah menurut saya banyak sekali kelebihan dari film ini.  
Soal sesuatu yang tabu, tidak ditampilkan sevulgar novelnya. Aman soal ini. Hanya memang ditampilkan satu ‘kissing’ sambutan antara Satya dan Rissa yang tidak sevulgar film yang baru saja turun layar beberapa waktu lalu dan menimbulkan demam se-Indonesia hingga ke negeri jiran. Bagi pembaca, pasti akan menilai novelnya lebih ‘vulgar’ ketimbang filmnya.

Secara keseluruhan, film ini kaya akan pelajaran dan nasihat kehidupan. Bagi pasangan yang belum memiliki rencana jangka pendek maupun panjang bisa memtik hikmah dari film ini. Overall, saya puas dengan film ini terlepas dari kekurangan yang ada dan sejauh ini masih dalam hal wajar serta dimaklumi.

Dan kalo ditanya apakah film ini berhasil mencapai tujuannya, maka jawabannya adalah iya. Banget, malah. Karena Sabtu Bersama Bapak telah membuat saya kangen berat sama bapak, ingin memeluk istri lebih erat dan sebagai anak bisa lebih menghargai seorang bapak. Pokoknya, recommended film banget nih.

Perbedaan film dan novel

Setting cerita Satya dan Rissa berubah, dalam novel dinyatakan Satya ditugaskan di Copenhagen Denmark setelah sebelumnya di Aceh kemudian lepas pantai Nigeria. Adapun dalam film. Rissa dan anak-anaknya pun ikut tinggal di Denmark, di rumah yang mereka beli. Dalam film, mereka tinggal di Paris. Satya meminta pindah kerjaan ke Paris setelah satu titik perubahan terjadi dalam hidupnya.

Dalam novel, Rissa tidak pernah menginginkan kerja kembali sekalipun ia sangat gembira untuk diajak tinggal di Eropa berharap bisa kerja disana. Nyatanya saat ia ditawari oleh suaminya, ia tidak pernah tergerak untuk bekerja karena ingin fokus membesarkan anak-anak mereka. Sedangkan dalam film, tokoh Rissa terus memaksa keberadaan sosok Satya hingga berujung pada keputusan Rissa untuk bekerja di sebuah perusahaan di Paris. Hal ini ia lakukan untuk membantu suaminya dengan harapan segala kebutuhan mendesak segera terselesaikan dan nuansa kekeluargaan kembali lagi ke rumah mereka bahkan jika perlu mereka bisa pulang ke Indonesia sesering mungkin.

Perbedaan jumlah anak. Dalam novel, pasangan Satya dan Rissa dikaruniai 3 anak, Ryan, Miku, dan Dani. Dalam film, yang muncul hanya Ryan dan Miku. Si bungsu Dani ditiadakan. Khusus yang satu ini memang tidak terlalu mengganggu cerita secara keseluruhan.

Memiliki baby sitter/pengurus anak. Dalam novel, tidak pernah disinggung Rissa menyewa seorang pengurus anak pribadi. Ia tidak pernah sekalipun menitipkannya kepada siapapun. Dalam film diceritakan sebaliknya. Rissa sibuk dengan dunia kerja sehingga perlu seseorang yang menjaga anak-anaknya, Ryan dan Miku.

Insiden penculikan. Dalam novel tidak ada konflik ini, kecuali seputar kemampuan dan perkembangan anak serta lingkup keluarga internal Satya dan Rissa. Dalam film, dikisahkan Ryan dan Miku luput dari pengawasan Ika, teman yang dipercaya Rissa untuk menjaga anak-anaknya.
Adegan kilang offshore. Dalam novel dijelaskan secara detil soal aktivitas offshore dan komunikasi antara keluarganya. Dalam film, sama sekali tidak dijelaskan. Mungkin demi menghemat budget film.

ITB atau UNPAD. Dalam novel dinyatakan Satya merupakan lulusan Teknik Geologi UNPAD. Dalam film, diperlihatkan ijazah Satya yang dipajang merupakan lulusan Teknik Perminyakan ITB.
Aceh atau Borneo. Dalam novel Satya ditugaskan ke Aceh setelah lulus dan memutuskan untuk meminang Rissa. Dalam film, Satya menyatakan ia telah meninggalkan Rissa bertugas ke Borneo sedangkan Rissa sudah tidak sabar untuk dilamar.

POD Bank atau GA Bank. Dalam novel dijelaskan Cakra bekerja sebagai Deputy Director POD Bank. Dalam film ditampilkan kantornyanya memiliki nama GA Bank.

3 hal yang dilaporkan Firman. Ingat saat Firman menuju ke ruangan Cakra setelah adegan dimana Cakra diledek oleh Wati? Nah, Firman melaporkan 3 hal, induksi di ruang meeting, rapat pembahasan pengembangan usaha daerah timur, dan Cakra masih jomblo. Firman sendiri yang menyebut 3 hal. Sedangkan dalam novel hanya 2 hal laporan, yakni induksi di ruang meeting pukul 9 dan mengingatkan bahwa Cakra masih jomblo.

Ibu Itje sebenarnya sudah tahu foto Ayu yang dimaksud Cakra. Cakra sendiri yang menunjukkan kepada ibu Itje melalui facebook yang dibuka dalam ponselnya. Adapun dalam film, ibu Itje tidak diberitahu apapun siapa itu Ayu. Cakra pun mengaku tidak memiliki foto untuk ditunjukkan ke ibunya apalagi sampai menunjukkan akun facebook Ayu melalui ponselnya.

Museum Fatahillah atau Ancol. Kedua latar ini memang dijelaskan di novel. Tapi khusus saat blind date, janjian di lokasi awalnya adalah di depan museum Fatahillah. Sedangkan dalam film mereka bertemu di dermaga pantai Ancol.

Ayu Retnaningtyas atau Ayu Retna Ningsih. Dalam novel, tokoh Ayu memiliki nama lengkap Ayu Retnaningtyas sedangkan dalam film Ayu menyatakan nama lengkapnya Ayu Retna Ningsih.

Sepatu Ayu di musholla. Dalam novel dijelaskan pengakuan bahwa Cakra melihat sepatu Ayu di musholla. Sedangkan dalam film tidak diungkapkan sama sekali bahwa Cakra menyatakan Ayu adalah pasangan dunia akhirat, bagian akhiratnya adalah karena ia kerap melihat sepatu Ayu di musholla. Cakra hanya mengungkapkan bahwa ia tertarik pada sepatu Ayu. Titik.

Dikenalkan bapak atau ibunya Ayu. Dalam novel, Cakra diperkenalkan ke bapaknya dan menyatakan bahwa ia adalah pacarnya, saat pertama kali Cakra datang ke rumah Ayu untuk mendengar langsung jawaban lamarannya tempo hari. Dalam film, Cakra hanya diperkenalkan kepada ibunya Ayu dan menyatakan bahwa ia pacarnya.

Latihan Taekwondo. Dalam novel, dinyatakan Satya dan Cakra sedang latihan bersama Pak Gunawan sambil diberikan pelajaran soal arti menang. Hal itu adalah rekaman video. Dalam film, ditampilkan dalam video hanya Satya saja yang latihan taekwondo bersama pak Gunawan.

Quotes dalam film sabtu bersama bapak

"Harga diri kita tidak datang dari barang yang kita pakai. Tidak datang dari barang yang kita punya. Di keluarga kita, nilai kita tidak datang dari barang. Nilai kita datang dari sini (menunjuk hati)." (Gunawan Garnida)

"Waktu dulu kita jadi anak, kita nggak nyusahin orang tua. Nanti kita sudah tua, kita nggak nyusahin anak.(Gunawan Garnida)

"Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian." (Gunawan Garnida, tokoh Bapak dalam Sabtu Bersama Bapak)

Resensi

Genre : Drama
Sutradara : Monty Tiwa
Produser : Ody Mulya Hidayat
Penulis Skenario : Adhitya Mulya
Penulis Skenario : Adhitya Mulya
Pemain Film :

Abimana Aryasatya sebagai (Gunawan)
Ira Wibowo sebagai (Itje)
Deva Mahendra sebagai (Cakra)
Acha Septriasa sebagai (Rissa)
Arifin Putra sebagai (Satya)
Shella Dara Aisha sebagai (Ayu)
Ernest Prakasa sebagai (Firman)

Tanggal Rilis : 5 Juli 2016
Rumah Produksi : Maxima Pictures
Durasi : 90 Menit
MPAA : Remaja (R 13+)
Negara : Indonesia


Cara mendownload
1. KLIK DOWNLOAD lalu akan muncul halaman ad.fly
2. tunggu 5 detik sampai muncul tulisan Skip ad/lewati di pojok kanan atas
3. lalu Klik Skip ad/lewati setelah itu muncul halaman Zippyshare
4. dan Klik Download

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment