Sinopsis
"Sabtu Bersama Bapak" bercerita tentang sebuah
keluarga yang dikepalai oleh seorang pria bernama Gunawan. Gunawan menikah
dengan seorang wanita bernama Itje, berkat pernikahan nya mereka dikaruniai dua
orang anak laki laki bernama Cakra (5 tahun) dan Satya (8 tahun). Suatu ketika,
Gunawan mengetahui bahwa umur nya tidak akan sampai satu tahun lagi, dari
sanalah bermula kehidupan mereka berubah. Gunawan menjadi sedih karena tidak
dapat mendidik anak nya hingga dewasa, dan harus rela membiarkan Itje untuk merawat
anak-anaknya.
Gunawan membuat sesuatu yang nantinya beguna untuk keduanya.
Ia berfikir kematian pasti akan datang, namun kematian tidak mungkin
menghalanginya untuk sayang pada kedua anaknya. Karena itu, Gunawan membuat
banyak rekaman yang berisi video singkat untuk pesan kepada anaknya.
Akhirnya sang suami menjemput ajalnya. Itje mengajak kedua
anaknya untuk berjumpa dengan ayah mereka setiap hari Sabtu. Selama satu minggu
sekali, satu bulan empat kali, dan satu tahun empat puluh delapan kali.
Bertahun-tahun dilalui, kini Cakra (30 tahun) dan Satya (33
tahun) sudah tumbuh besar. Satya sudah menikah dengan gadis cantik bernama
Rissa dan telah memiliki 3 orang anak pria. Sementara Cakra kini bekerja
dilepas pantai Denmark sebagai tenaga offshore, Cakra belum menemukan
pendamping hidupnya. Sementara Itje, ibu mereka bekerja sebagai penjaga warung
kecil di rumahnya di Bandung.
Itje memiliki sebuah rahasia dan ia tidak ingin kedua
anaknya sampai tahu. Sewaktu kecil, anaknya selalu merepotkannya dan kini Itje
tidak mau merepotkan anak-anaknya yang sudah memiliki kehidupan masing-masing.
Kekurangan
Sinematografi sudah cukup baik, pengambilan gambar yang
dramatis, sayangnya ada satu bahkan dua scene yang diambil dengan sudut pandang
kamera fish eye sehingga dalam lingkup bioskop sangat mengganggu penonton
(terutama saya sendiri, beberapa penonton di sebelah saya pun mengeluhkan hal
yang sama). Dampak yang ditimbulkan dari pengambilan gambar dengan efek fish
eye tersebut adalah pusing. Adegan dramatis yang ditampilkan jadi terganggu
padahal jika diambil dengan sudut pandang kamera biasa pun sudah cukup membawa
emosi penonton dan mengerti jika scene tersebut tidak terjadi di masa sekarang
atau dunia nyata.
Latar adegan beberapa terlalu terlihat sangat sintetis,
seolah-olah bukan pada lokasi nyata. Kondisi yang seperti ini nyaris
mengaburkan nuansa cerita yang dibawakan. Emosi yang terkandung terasa tidak
khidmat karena efek yang mengganggu.
Kelebihan
Nah menurut saya banyak sekali kelebihan dari film ini.
Soal sesuatu yang tabu, tidak ditampilkan sevulgar novelnya.
Aman soal ini. Hanya memang ditampilkan satu ‘kissing’ sambutan antara Satya
dan Rissa yang tidak sevulgar film yang baru saja turun layar beberapa waktu
lalu dan menimbulkan demam se-Indonesia hingga ke negeri jiran. Bagi pembaca,
pasti akan menilai novelnya lebih ‘vulgar’ ketimbang filmnya.
Secara keseluruhan, film ini kaya akan pelajaran dan nasihat
kehidupan. Bagi pasangan yang belum memiliki rencana jangka pendek maupun
panjang bisa memtik hikmah dari film ini. Overall, saya puas dengan film ini
terlepas dari kekurangan yang ada dan sejauh ini masih dalam hal wajar serta
dimaklumi.
Dan kalo ditanya apakah film
ini berhasil mencapai tujuannya, maka jawabannya adalah iya. Banget, malah.
Karena Sabtu Bersama Bapak telah membuat saya kangen berat sama bapak, ingin
memeluk istri lebih erat dan sebagai anak bisa lebih menghargai seorang bapak. Pokoknya,
recommended film banget nih.
Perbedaan film dan novel
Setting cerita Satya dan Rissa berubah, dalam novel
dinyatakan Satya ditugaskan di Copenhagen Denmark setelah sebelumnya di Aceh
kemudian lepas pantai Nigeria. Adapun dalam film. Rissa dan anak-anaknya pun
ikut tinggal di Denmark, di rumah yang mereka beli. Dalam film, mereka tinggal
di Paris. Satya meminta pindah kerjaan ke Paris setelah satu titik perubahan
terjadi dalam hidupnya.
Dalam novel, Rissa tidak pernah menginginkan kerja kembali
sekalipun ia sangat gembira untuk diajak tinggal di Eropa berharap bisa kerja
disana. Nyatanya saat ia ditawari oleh suaminya, ia tidak pernah tergerak untuk
bekerja karena ingin fokus membesarkan anak-anak mereka. Sedangkan dalam film,
tokoh Rissa terus memaksa keberadaan sosok Satya hingga berujung pada keputusan
Rissa untuk bekerja di sebuah perusahaan di Paris. Hal ini ia lakukan untuk
membantu suaminya dengan harapan segala kebutuhan mendesak segera terselesaikan
dan nuansa kekeluargaan kembali lagi ke rumah mereka bahkan jika perlu mereka
bisa pulang ke Indonesia sesering mungkin.
Perbedaan jumlah anak. Dalam novel, pasangan Satya dan Rissa
dikaruniai 3 anak, Ryan, Miku, dan Dani. Dalam film, yang muncul hanya Ryan dan
Miku. Si bungsu Dani ditiadakan. Khusus yang satu ini memang tidak terlalu
mengganggu cerita secara keseluruhan.
Memiliki baby sitter/pengurus anak. Dalam novel, tidak
pernah disinggung Rissa menyewa seorang pengurus anak pribadi. Ia tidak pernah
sekalipun menitipkannya kepada siapapun. Dalam film diceritakan sebaliknya.
Rissa sibuk dengan dunia kerja sehingga perlu seseorang yang menjaga
anak-anaknya, Ryan dan Miku.
Insiden penculikan. Dalam novel tidak ada konflik ini,
kecuali seputar kemampuan dan perkembangan anak serta lingkup keluarga internal
Satya dan Rissa. Dalam film, dikisahkan Ryan dan Miku luput dari pengawasan
Ika, teman yang dipercaya Rissa untuk menjaga anak-anaknya.
Adegan kilang offshore. Dalam novel dijelaskan secara detil
soal aktivitas offshore dan komunikasi antara keluarganya. Dalam film, sama
sekali tidak dijelaskan. Mungkin demi menghemat budget film.
ITB atau UNPAD. Dalam novel dinyatakan Satya merupakan
lulusan Teknik Geologi UNPAD. Dalam film, diperlihatkan ijazah Satya yang
dipajang merupakan lulusan Teknik Perminyakan ITB.
Aceh atau Borneo. Dalam novel Satya ditugaskan ke Aceh
setelah lulus dan memutuskan untuk meminang Rissa. Dalam film, Satya menyatakan
ia telah meninggalkan Rissa bertugas ke Borneo sedangkan Rissa sudah tidak
sabar untuk dilamar.
POD Bank atau GA Bank. Dalam novel dijelaskan Cakra bekerja
sebagai Deputy Director POD Bank. Dalam film ditampilkan kantornyanya memiliki
nama GA Bank.
3 hal yang dilaporkan Firman. Ingat saat Firman menuju ke
ruangan Cakra setelah adegan dimana Cakra diledek oleh Wati? Nah, Firman
melaporkan 3 hal, induksi di ruang meeting, rapat pembahasan pengembangan usaha
daerah timur, dan Cakra masih jomblo. Firman sendiri yang menyebut 3 hal.
Sedangkan dalam novel hanya 2 hal laporan, yakni induksi di ruang meeting pukul
9 dan mengingatkan bahwa Cakra masih jomblo.
Ibu Itje sebenarnya sudah tahu foto Ayu yang dimaksud Cakra.
Cakra sendiri yang menunjukkan kepada ibu Itje melalui facebook yang dibuka
dalam ponselnya. Adapun dalam film, ibu Itje tidak diberitahu apapun siapa itu
Ayu. Cakra pun mengaku tidak memiliki foto untuk ditunjukkan ke ibunya apalagi
sampai menunjukkan akun facebook Ayu melalui ponselnya.
Museum Fatahillah atau Ancol. Kedua latar ini memang
dijelaskan di novel. Tapi khusus saat blind date, janjian di lokasi awalnya
adalah di depan museum Fatahillah. Sedangkan dalam film mereka bertemu di
dermaga pantai Ancol.
Ayu Retnaningtyas atau Ayu Retna Ningsih. Dalam novel, tokoh
Ayu memiliki nama lengkap Ayu Retnaningtyas sedangkan dalam film Ayu menyatakan
nama lengkapnya Ayu Retna Ningsih.
Sepatu Ayu di musholla. Dalam novel dijelaskan pengakuan
bahwa Cakra melihat sepatu Ayu di musholla. Sedangkan dalam film tidak
diungkapkan sama sekali bahwa Cakra menyatakan Ayu adalah pasangan dunia
akhirat, bagian akhiratnya adalah karena ia kerap melihat sepatu Ayu di
musholla. Cakra hanya mengungkapkan bahwa ia tertarik pada sepatu Ayu. Titik.
Dikenalkan bapak atau ibunya Ayu. Dalam novel, Cakra
diperkenalkan ke bapaknya dan menyatakan bahwa ia adalah pacarnya, saat pertama
kali Cakra datang ke rumah Ayu untuk mendengar langsung jawaban lamarannya
tempo hari. Dalam film, Cakra hanya diperkenalkan kepada ibunya Ayu dan
menyatakan bahwa ia pacarnya.
Latihan Taekwondo. Dalam novel, dinyatakan Satya dan Cakra
sedang latihan bersama Pak Gunawan sambil diberikan pelajaran soal arti menang.
Hal itu adalah rekaman video. Dalam film, ditampilkan dalam video hanya Satya
saja yang latihan taekwondo bersama pak Gunawan.
Quotes dalam film sabtu bersama bapak
"Harga
diri kita tidak datang dari barang yang kita pakai. Tidak datang dari barang
yang kita punya. Di keluarga kita, nilai kita tidak datang dari barang. Nilai
kita datang dari sini (menunjuk hati)." (Gunawan Garnida)
"Waktu
dulu kita jadi anak, kita nggak nyusahin orang tua. Nanti kita sudah tua, kita
nggak nyusahin anak.(Gunawan Garnida)
"Mungkin
Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian. Tapi, Bapak tetap ingin
kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita
kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian." (Gunawan Garnida,
tokoh Bapak dalam Sabtu Bersama Bapak)
Resensi
Genre : Drama
Sutradara : Monty Tiwa
Produser : Ody Mulya Hidayat
Penulis Skenario : Adhitya Mulya
Penulis Skenario : Adhitya Mulya
Pemain Film :
Abimana Aryasatya sebagai (Gunawan)
Ira Wibowo sebagai (Itje)
Deva Mahendra sebagai (Cakra)
Acha Septriasa sebagai (Rissa)
Arifin Putra sebagai (Satya)
Shella Dara Aisha sebagai (Ayu)
Ernest Prakasa sebagai (Firman)
Tanggal Rilis : 5 Juli 2016
Rumah Produksi : Maxima Pictures
Durasi : 90 Menit
MPAA : Remaja (R 13+)
Negara : Indonesia
Cara mendownload
1. KLIK DOWNLOAD lalu akan muncul
halaman ad.fly
2. tunggu 5 detik sampai muncul
tulisan Skip ad/lewati di pojok kanan atas
3. lalu Klik Skip ad/lewati
setelah itu muncul halaman Zippyshare
4. dan Klik Download
|
No comments:
Post a Comment